Hakekat Pendidikan Pembebasan di Papua Barat - Menulis Kebenaran

Breaking

Jumat, 22 Maret 2019

Hakekat Pendidikan Pembebasan di Papua Barat

            Hakekat Pendidikan Pembebasan di Papua Barat

Oleh: Wilson Mobalen


Ilustrasi - Dokumen penulis (Ist.)
Seiring banyaknya permasalahan dunia yang sedang tidak merdekadinilai dari sudut pandang keadilan sebagai manusia yang sama di hadapan TuhanKami ingin memperoleh pendidikan yang bebas dari metode penindasan agar kami tumbuh tidak dalam lingkaran penindasan”


Dunia harus merdeka dari tindakan yang menindas sesamanyaKeadilan sebagai warga negara dan warga dunia dalam pandangan pendidikan (manusia yang adil, tidak tertindas)yang dirusak oleh manusia sendiri” (Gustavo Gutiérrez Merino, O. P.).



Salah satu aliran dalam pendidikan adalah model pendidikan pembebasan yang dicanangkan  pendidikan adalah praktik pembebasan, karena ia membebaskan pendidik, bukan hanya terdidik saja dari perbudakan ganda berupa kebisuan dan monolog (Paulo Freire).

Untuk itu, sekolah sebagai lembaga yang berperan membentuk kepribadian anak harus ditempatkan sebagaimana mestinya. Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana anak-anak menemukan kegembiraan dan kebahagiaan.

Dan tidak terjadi sebaliknya, di sekolah, anak-anak muram. Mereka mengalami kegelisahan, kehilangan kebahagiaan dalam menghadapi guru. Dengan melihat fenomena yang demikian, nampak pula penindasan, bahkan penindasan dalam hal yang kelihatannya netral dalam pendidikan.

Di sana, peserta didik sudah diperalat oleh kekuasaan tuannya untuk menggarap apa saja yang dikehendakinya. Karena itu, bagaimanakah mencari model pendidikan yang dapat membebaskan manusia dari penindasan yang tidak disadarinya?

“Pendidik seharusnya membuat peserta didik sadar siapa dirinya dan bagaimana hubungan dirinya dengan dunia luar (Paulo Freire).
Pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia melalui sebuah kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang hegemonik dan dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-pilar pembebasan.

Model-Model Pendidikan Pembebesan

Pembebasan berakar dari kata dasar bebas, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa.

Bebas merupakan suatu hal sesuai dengan yang dikehendaki tanpa adanya bayang-bayang pemaksaan dari pihak manapun. Ada kebebasan fisik, yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja.

Kebebasan moral, yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya kebebasan berbicara).

Kebebasan psikologis, yaitu memilih berniat atau tidak, sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan untuk memilih.

Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasiSementara,pendidikan adalah media kultural untuk membentuk manusia. Kaitan antara pendidikan dan manusia sangat erat sekali, tidak bisa dipisahkan. Kata Driyarkara, pendidikan adalah humanisasi, yaitu sebagai media dan proses pembimbingan manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi.

Jalan yang ditempuh tentu menggunakan massifikasi jalur kultural. Tidak boleh ada model “kapitalisasi pendidikan”. Karena, pendidikan secara murni berupaya membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian kemanusiaan.

Pendidikan secara sederhana ialah proses memanusiakan manusia melalui usaha sadar dan terencana. Sedangkan, pembebasan ialah terciptanya suatu situasi, ketika tidak ada ikatan-ikatan, tekanan, dan intervensi yang menghalang-halangi dalam melakukan sesuatu sesuai kehendak diri sendiri.

Jadi, pendidikan pembebasan merupakan proses memanusiakan manusia melalui sebuah kesadaran untuk melepaskan diri dari bentuk penindasan yang hegemonik dan dominatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi tegaknya pilar-pilar pembebasan.

Metode Pendidikan Berbasis Penindasan

Paulo Freire sangat menentang pendidikan “gaya bank” yang mencerminkan masyarakat tertindas yang menunjukkan kontradiksi. Pendidikan gaya bank tersebut, antara lain:
a. Guru mengetahui segala sesuatu, peserta didik tidak tahu apa-apa.
b. Guru berfikir, peserta didik difikirkan.
c. Guru bercerita, peserta didik mendengarkan.
d. Guru mengatur, peserta didik diatur.
e. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, peserta didik menyetujui.
f. Guru berbuat, peserta didik membayangkan dirinya berbuat melaui perbuatan gurunya.
g. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, peserta didik menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
hGuru mencampuradukan jabatan dan kewenangan ilmu untuk menghalangi kebebasan peserta didik.
i. Guru adalah subyek, peserta didik adalah obyek dalam proses belajar mengajar.
j. Guru mengajar, murid belajar.

Manusia tidak bisa diperbudak dan dipasung kebebasanya, sehingga tidak boleh menurut dan terikat pada ikatan yang membelenggu kebebasannya.

Pendidikan pembebasan; apabila proses dilaksanakan secara demokratis, dialogis, dan terbuka, sehingga peserta didik menjadi peserta yang bebas dari penindasan.

Gerakan pembebasan adalah melakukan kesadaran kritis untuk mebuka kesadaran kaum tertindas, dan memahmi realitas yang terjadi di sekitar manusia itu.

Akhirnya, dengan pendidikan yang dapat meningkatkan semua potensi kecerdasan anak-anak bangsa, dan dilandasi dengan pendidikan karakternya, diharapkan anak-anak bangsa di masa depan akan memiliki daya saing yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang semakin maju dan beradab.


(Penulis adalah anak jalan sunyi)