Oleh: Wilzson M
Kami menaruh momentum 9
Agustus sebagai hari kampanye perlawanan kepada kepungan investasi di
tanah Papua, bukan memontum seremonial di Papua dan Papua barat.
Sebagaimana diketahui bahwa hari tersebut di peringati diseluruh dunia
sebagai suatu kampanye kemanusiaan untuk perlindungan masyarkat Asli
(Pribumi) sesuai dengan deklarasi universal HAM PBB pada 10 Desember
1948 (Universal Declaration of Human Rights), Undang-undang perlindungan
Masyarkat Adat oleh Internasioanl organisation (ILO) 1989, Deklarasi
PBB tentang Masyarkat Adat pada tahun 2007.
Dan kebangkitan itu
hanya bisa dilakukan oleh rakyat dari bawah, dan itu adalah masyarakat
Adat Papua sebagai korban Infestasi dan pemilik tanah Adat Papua. Kami
telah memulai tahun lalu, begitu juga dengan sekarang.
PAPUA
sejak di integerasi (anekesasi) oleh Indonesia pada 1 mei 1963. Empat
tahun kemudian (1967) wilayah Papua dijadikan target pertama penanam
modal asing di Indonesia, lewat Undang-undang Penanaman Modal Asing
yakni perusahan raksasa PT. Freeport pada tahun 1967 diijinkan Indonesia
mencaplok 2,6 juta hektar yang menyebabkan rusaknya tatanan masyarakat
Papua di Timika.
Belum lagi dengan dibukanya perusahan minyak
dan gas, serta perusahan sawit pertama di Sorong tahun 1982 dan keerom
pada tahun 1984, serta mega Proyek MIFEE di Merauke, yang telah merusak
lebih dari puluhan juta hektar wilayah masyarakat adat hingga sekarang
ini.
Dan atas nama pembangunan, pemerintah menggunakan militer
serta berbagai kekuatan legal Indonesia demi memuluskan pembangunan dan
kepentingan ekonomi Nasional serta investasi asing, yang mengakibatkan
pelanggaran kemanusiaan secara massif di Papua hingga sekarang ini.
Dan eksistensi investasi tersebut didukung penuh oleh kekuatan dan
kebijakan Negara, seperti kata Presiden Indonesia, Joko Widodo pada 12
Maret 2019: “…bupati, walikota, gubernur, kalau ada investor yang
berkaitan dengan industri apapun, TUTUP MATA, BERI IJIN”, dalam Rapat
Kordinasi Nasional Investasi, Tangerang.
Pernyataan ini secara resmi
melegitimasi apapun kepentingan Negara dan pemodal demi kemajuan ekonomi
dan target pembangunan Indonesia.
PT Inti Kebun Sejatra, yang
juga anak perusahaan KLIG, beroperasi sejak 2008, Awalnya PT IKS, yang
beroperasi di Salawti sejak 2008, hanya memegang Hak Guna Usaha (HGU)
atas tanah seluas 4.000 hektar.
Hutan indah, alamiah, dusun yang lebat
Dambaan kehidupan Bangsa Papua.
Dambaan kehidupan Bangsa Papua.
Tempat Sandang, papan dan pangan yang abadi
Dulu, Anda bilang “Surga kecil jatuh ke bumi”
Kini, surga itu bagi para pemodal
Kini, surga itu bagi para pemodal
Surga bagi para pemangku kekuasaan
Surga bagi penguras kelapa sawit.
Surga bagi penguras kelapa sawit.
Surga bagi illegal logging
Surga bagi aktor-aktor munafik.
Surga bagi aktor-aktor munafik.
Tapi, Neraka hari ini bagi Bangsa Papua dan itu disaksikan oleh dunia dan
, Anda hanya melihat perampokan,
perampasan,
penculikan, pembunuhan
manipulasi sejarah, dan lain sebagainya.
, Anda hanya melihat perampokan,
perampasan,
penculikan, pembunuhan
manipulasi sejarah, dan lain sebagainya.
Tanpa sadar, Anda sedang melakukan pembiaran
Anda merelakan semuanya untuk hancur.
Anda merelakan semuanya untuk hancur.
Anda harus sadar, bersatu, lawan, dan kita rebut kemenang
Melawan semua kerja kolonialis, imperialis, dan kapitalis
agar kita bisa menjaga sebagian kecil
untuk masa depan generasi Bangsa Papua.
agar kita bisa menjaga sebagian kecil
untuk masa depan generasi Bangsa Papua.
Hanya ada satu kata
Sadar, bersatu, dan lawan!
Sadar, bersatu, dan lawan!