Setelah
tangal 20 september 2018, tepatnya pada saat penutupan sidang APBD
Kabupaten raja ampat, yang menghasilkan rekomendasi yang menerima
tuntutan dari pihak Masyarkat Adat dari keluarga ( Umkai ), terkait
hak atas tanah senialai 20 miliar 20 miliar yang dimaksut adalah
untuk tanah 5 lokasi yang dimaksut , yang dipakai pemerintahan
kabupaten raja ampat.
Kemudian
di pertegas oleh hasil, diskusi-diskusi yang mendalam oleh pihak
keluarga dan keluarga memutuskan untuk datang kepada pihak-pihak yang
berwajib yaitu pemerintahan kabupaten raja apat yang merupakan pihak
yang berkewajiban bertanggung jawap.
Untuk
menanyakan kepastian tinjaklanjuti dari hasil sidang perubahan APBD
di kantor DPRD- Raja ampat, dikarenakan suda memasuki minggu yang ke
3, setelah penetapan dengan Kabak pemerintahan, pemdah raja amapat
pada minggu pertama bulan oktober pada tangal 8 oktober 2018.
Dengan
memperlihatan dokumen DPA, pemerintahan yang memuat tentang gantirugi
kepada pihak keluarga, dikarenakan semua tuntutan masyarkat Adat suda
masuk dan semua sudah di anggarkan 22 miliar , juga pada kesempatan
itu keluarga minta untuk dokumen itu keluarga juga memegangnya tapi
dari pihak pemda tidak memberikan kepad pihak keluarga.
Tepat
pada 10 oktober pihak keluarga membuat surat yang isinya meminta
kepad pihak pemda serius dalam penyelesaian masalah dengan pihak
keluarga dan segerah membuat tim untuk menunjaklanjuti tuntutan
keluarga yang dimaksut.
Dan
sambil menunggu respon dari pemda pihak keluarga melakukan pemalangan
pada proyek pembangunana yang berada di atas lahan yang masuk dalam
tuntutan marga.
Namun
setelah menungu dengan batas waktu yang ditentukan oleh marga tapi
tidak ada respon daripada pemda kepada keluarga. Maka pihak keluarga
mengeluarkan surat ke dua pada tangal 18 oktober yang berisi tentang
“ jika
sikap keras keluarga pada
surat pertama tidak direspon
oleh pihak pemda pada kurun waktu satu minggu , maka pihak keluarga
akan melakukan pemalangan total bukan hanya pada aktifitas proyek
yang berada di dalam lokasi yang masuk dalam tutntutan keluarga,
namun semua kantor-kantor yang berada diatas lahan milik keluarga
akan di palang”.
Namun
pada saat pemalangan aktifitas kantor yang berada diatas lahan milik
kelauraga, sebagaiman ini sutar kedua bukanya mendapatkan respon
positif dari pihak pemda, dan tepat pada hari selasa tangal 23
oktober 2018 keluarga menerima surat pangilan dari polres raja ampat,
dan isis dari surat tersebut adalah memediasi rencana giata
pemalangan keluarga yang berlangsung di polres raja ampat tepat pada
hari rabu tangal 24 oktober 2018.
Pada
hari rabu tepat pada tangal 24 oktober 2018 berdasarkan hasil
pertemuan keluarga, maka keluarga bersepakat untuk tidak memenuhi
undangan dari pihak polres raja ampat di karenakan.
-
Pihak keluarga meras pertemuan tersebut harus dilaksanakn di pihak pemda bukan pihak polres, dan pertemuan yang difasilitasi kabak pemerintahan atau asisten satu.
-
Polres tidak memiliki kewenangan dalan urusan ini dan yang tepat adalah pemda karnah pemdah yang punya kewenangan dalam mengurus gantirugi lahan dengan keluarga dikarenakan suda melalui Sidang paripurnah dengan pihak DPRD, terkait pengangaran dan penyelesaian sehinga mestinya pihak polres harusnya meninjaklanjuti tuntutan masyarkat Adat dengan meminta klarifikasi kepada pemerintahan daerah
-
pihak keluarga merasa ini adalah upaya intimidasi dari pada pihak pemda kepada pihak keluarga dengan mengunakan pihak kepolisian.
-
Keluarga merasa rana ini harusnya adalah bagian satpolppsebagai polisi pemerintahan dan bukan polres.
-
Pihak pemda kabupaten raja ampat tidak menghargai itikad baik dari keluarga dan tidak menghargai hak ulayat atau masyarkat Adat.
-
Pihak keluarga merasa ini adalah sifat pemerintahan kabupaten raja ampat yang sesungguhnya, intimidasi, diskriminasi pada msayarkat Adat.
-
Dan dari kejadian itu pihak keluarga suda tidak lagi membuka ruang diskusi dengan pemda tapi lebih kepad menunggu niat baikdari pada pemda untuk melakukan peyelesaian ganti rugi l;ahan yang di pinjam dari marga.Puncaknya tepat pada hari rabu pagi pukul 11: 00 wit, pada tangan 24 oktober pihak keluarga di telfon oleh pihak kepolisian atau polres raja amapat denagan isi pembicaraan pihak polres akan melakukan pencabutan pemalangan di lokasi marga yang sedang dalam proses pembangunan oleh pemda pada puku 02:00 wit.
Tepat
puku 02:00 wit, keluarga pun bertemu dengan pihak polres raja ampay
yang dipimpin langsung oleh kasat Serse dan pihak satpolpp yang
dipimpin langsung oleh kasatnya, yang datang untuk meminta pihak
keluarga untuk mencabut palang yang di pasalng oleh keluarga pada
pekerjaan proyek.
Maka
pada saat itu terjadi debat antara pihak keluarga, Polres dan
satpolpp dan pada inti dari pada tuntutan itu adalah pencabutan
palang yang dipasang oleh keluarga.
Pihak
keluarga tidak menyetujui tindakan yang dilakukan oleh aparat
kepolisian dan satpolpp yang
ingin mencabut palang tersebut, juga pihak keluaga bersihkeras
dikarenakan itu adalah hak keluarga dan pemda wajip bertanggung
jawap. Juga sikap pemda yang tidak merespon surat dari keluarga
jadinya di saat sing itu terjadi perdebatan panjang.
Pihak
keluarga akan melepaskan palang apabila pihak pemda sudah
menyelesaiakn tuntutan keluarga dan menyelesaikan gantirugi lahan
yang di pinjam pemda dari marga.
Pada
puku 15:00 palang yang di pasang oleh keluarga secara paksa di
bongkar oleh pihak kepolisian dan satpolpepp sebagaiman dokumentasi
oleh keluarga.
Demikian
kornologi kasus di kota waisay.
*****
F.M****