Perampasan
Tanah Adat Yang di Lakukan Oleh Pt.Iks (Inti kebun sejaterah), di kabupaten
sorong Papua Barata.
Oleh : Wilzson Mobalen
Luas perkebunan sawit sudah mencapai lebih
dari separuh luas tanah ulayat Kabupaten Sorong, Papua Barat. Perkembangan ini sangat berpotensi menjadi ancaman yang sangat serius bagi masyarakat adat. Suku
Moi Segin yang mendiami tanah ulayat yang dikuasai oleh perkebunan sawit kini
kehilangan ruang hidupnya. Mereka
kehilangan hutan yang dipercaya sebagai
ibu bagi masyarakat adat karena hampir seluruh kehidupan mereka
bergantung pada hutan.
PT Inti Kebun Sejatra (IKS) yang beroperasi di
Salawti sejak 2008 semula hanya memegang hak guna usaha atas tanah seluas 4.000
hektar. Namun lahan itu semakin luas karena Kementerian Kehutanan pada
September 2012 telah menyetujui untuk pelepasan kawasan hutan seluas 19.665
hektar.
Persoalan perluasan kebun sawit dan konflik
antara perusahan dan masyarakat terjadi
berulang kali dan tidak ada titik penyelesaian.
Tingginya nilai ekonomi komoditas sawit
membuat kebutuhan akan perluasan ekspansi lahan untuk perkebunan sawit sangat
tingi. Konversi hutan untuk areal
perkebunan t sangat masif, termasuk di Kampung Wonosoboh. Kabupaten Sorong.
Seringkali pembukaan perkebunan sawit menimbulkan masalah sosial yang kompleks.
"Nasib
kami bukan ditentukan dari kelapa sawit tapi oleh Tuhan. Hutan dan alam telah
mengajarkan dan membesarkan kami. Kelapa sawit bukan solusi. Dapur orang Papua
terlebih khusus orang Moi. Tuhan yang menjadi penentu nasib kami dan hutan
adalah Ibu kami. Biarkan hak menentukan nasip sendiri itu di hargai dan jangan
pernah menginterfensi kami"
Masyarakat suku Moi Segin mengalami
ketidakpastian dalam penguasaan tanah dan hak dalam pembagian hasil kebun di
tingkat plasma, padahal Pola kemitraan plasma merupakan amanat dari UU No.
18/2004 tentang Perkebunan. Pada 2007, perusahaan perkebunan inti diwajibkan
membangun plasma dengan menyisihkan 20% luas HGU, inti kebun sejatrah.
Masyarakat
tidak mendapatkan pemahaman yang memadai mengenai skema-skema dan risiko
yang berdampak pada kepemilikan tanah masyarakat adat.
Hak Ulayat Di Kampung
Wonosoboh
Hak ulayat merupahkan hak atas tanah yang dimiliki
sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah secara turun-temurun. Tanah ulayat
dikuasai oleh marga-marga secara turun-temurun dan masih dipertahankan hinga
sekarang. Tanah ulayat yang di pergunakan sebagai perkebunan plasma kelapa
sawit di kampung Wonosoboh dikuasai oleh empat marga, yakni margaFadan,
Mugu, Motowol, Klagilit Katapop
Pante.Ada dua marga yang belum memberikan hutan dan tanahnya kepada investor
kelapa sawit, yakni marga Mugu dan
Kalagaf.
PT Inti Kebun Sejatra, yang juga anak
perusahaan KLIG, beroperasi sejak 2008, Awalnya PT IKS, yang beroperasi di
Salawti sejak 2008, hanya memegang Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah seluas 4.000
hektar.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit telah
berdampak besar bagi Msyarakat Adat Moi Segin. Hilangnya Tata Ruang Kelola
Masyarakat Adat, tempat-tempat Sejarah. Hal ini berdampak pada saat ini dan
saat yang akan datang,
Ekspansi kebun kelapa sawit di kabupaten
sorong di Distrik Salawati, Kampung Wonosoboh. Awal mulah perusahan
bersosialisasi tentang pembukaan lahan dan penanaman, Perusahan banyak berjanji
tentang kesejatraan hak ulayat.
Namun fakta di lapangan bertolak belakan
dengan janji-janji perusahan, bahawah tidak ada kesejatraan bagi masyarakat
adat di kampung wonosoboh. Hal ini di lihat dari hasil wawancara langsung
dengan masyarakat adat di kampung wonosoboh.
Berbagai persoalan yang timbul terkait
keberadaan perusahaan sawit dan masyarakat adat di Kampung Wonosoboh terjadi
akibat minimnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat. Hal itu
diakui oleh Kepala Kampung Wonosoboh Yafet Klagilit. Bahkan dalam wawancara,
kepala kampung mengaku pernah menawarkan solusi untuk mengatasi kemelut seputar
tanah hak ulayat yang dipergunakan untuk areal perkebunan. Kepala kampung
mengawarkan mengeluarkan surat “badan hukum” untuk bukti kepemilikan marga atas
tanah bersangkutan. Padahal tidak ada legalitas atas surat yang dimaksud kepala
kampung. Surat yang dimaksud tidak pernah dikeluarkan karena penolakan warga.
Yafet Klagilit mengungkapkan, ia pernah
kedatangan seorang ibu yang mengaku dari perusahaan. Ia datang dengan membawa
satu tas kresek besar berisi uang. Yafet tidak tahu berapa jumlah uang di
dalamnya.
“Ibu itu mengajak saya untuk menandatangani
surat bermeterai enam ribu. Saya bertanya maksud saya tandatangan surat ini dan
untuk apa? Ibu itu berkata, Bapa selaku penaggung jawab kampug berhak
mendapatkan uang, asalkan Bapa bisa melepaskan lahan yang masih kosong bagi
kami. Saya jawab, saya bisa memberikan apa yang menjadi permintaan Ibu, lahan
yang luas ini untuk Ibu, asalkan Ibu sanggup membayar setiap tumbuhan dan
tanamana yang ditebang dengan harga yang saya tentukan,” kata Yafet.
Akan tetapi menurut Eder Mugu, mandor
perusahaan perkebunan PT Inti Kebun Sejatra, perusahaan telah melakukan
sosialisasi sebelum pembukaan lahan dan proses penanaman.hasil kebun milik
perusahan akan bagi dua pihak, perusahaan 80 persen dan warga pemegang hak
ulayat 20 persen.
Menurut keterangan Eder, sebelum
perusahan masuk dan mengukur luas lahan
yang akan di bongkar, sudah terjadi kesepakatan antara warga dengan
perusahan.Marga akan memberikan areal lahan dan hutan kepada perusahaan dengan
catatan setiap bulan warga akan mendapatkan bagi hasil. Perusahaan menyanggupi
akan memberikan bagian 20 persen hasil kebun untuk warga. Sedangkan masalah
perawatan dan segala macam proses hingga kebun menghasilkan, semuanya menjadi
tangung jawab perusahan.
Selain itu warga juga menuntut agar setiap
marga dan orang asli Papua yang berkerja di perusahan diangkat sebagai karyawan
tetap, bukan tenaga borongan harian.
Warga juga meminta meminta perusahan membiayai
sekolah anak-anak dari SD hingga menyelesaikan pendidikannya. Akan tetapi
perusahan hanya menyanggupi akan memberikan biaya pendidikan sejumlah Rp 1 juta
perkepala keluarga enam bulan sekali.
Hal yang sama terjadi di marga motowol.
Menurut imanuel tahun 2007 , yang lalu
sebelum perusahan menebang hutan dan melakukan aktifitas penanamn. Saya selakuk
hak ulayat bersama keluarga meminta kepada perusahan. Untuk dapat membayar
semua jenis tanaman tumbuh didalam areal penebangan sesuai peraturan perdah
yang berlaku.
Namun perusahan menjawap, perusahan melakukan
penebangan hutan tidak melalui pemerintah daerah. Dan untuk pembayaran tanaman
tumbuh di dalam areal penebangan tidak ada hubunganya dengan peraturan daerah.
Perusahan hanya bisa membayar kayu yang di
tebang apabilah kayu tersebut bisah di kategorikan sebagi kayu produksi.
Janji
Perusahan kepada Marga Motowol.
Imanuel Motowol, Perusahan perna berjanji
kepada marga motowol. Apabilah kebun kelapa sawit suda menghasilkan
keuntungan akan ada bukti didalam marga
motowol. Bukti yang di janjikan oleh perusahan kepada marga motowol.
Pembangunan rumha dan pemberian Uwang tunai
setiap penjualan hasil. Dan janji itu hanya baru terlihat satu bua rumah yang
di bangun oleh perusahan. Ujar imanuel pembangunan satu rumah itu juga harus
ada penambahan areal perluasan kebun.
Luasan lahan marga motowol yang di berikan
kepada perusaan sawit seluas 800.Hk kata manu marga tidak puasa terhadap sistem
pembelian di mana perusahan membayar satu hektar dengan harga Rp.750 dan
pembayaran itu sudah melingkupi, pebongkaran.
Imanuel pemilik kebun plasma juga mengaku
tidak puas dengan hasil plasma yang di terima. Karena nominal uwang yang harus
diterima dari perusahan Rp.8 juta per keluarga bertolak belakan dengan kenyatan
bahawa marga motowol hanya menerima Rp 3.500 per kepala kepala keluarga.
Saya juga bingung masala pembagian plasma dan kebun intin. Dikarenakan tidak ada
keterbukaan dari perusahan kepada
masyarakat pemilik kebun plasma.
Marga pernah bertanya kepada pihak perusahan
tentang status sertifikat kebun Inti dan Plasma namun perusahan tidak
memberikan informasi menyangkut kepemilikan sertifikat tanah marga.
Marga motowol dan saya selaku pemilik plasma
kecewa dan tidak puas akan janji dan sitem yang di lakukan oleh perusahan bagi
kami marga motowol.
Dimana perusahan tidak membayar kayu sesuai
perda dan masyarakat sangat kesal akan system pembayaran di dalam plasma yang
tidak memuaskan marga.
Perusahan tidak bayar kayu yg di tebang
berarti plasma untuk marga harus di bayar 100 persen kepada marga. Kesepakatan
awal yang juga dijanjikan perusahan tentang perawatan pemupukan itu tidak
dipenuhi.
Karyawan inti yang berkerja di plasma
pembayaranya dari hasil plasma itu sendiri, hasil plama itujuga akan bagi dua
ke perusahan dan kepada pemilik plasma dengan alasan , karna karyawan inti
perusahan yang berkerja di kebun plasma.
Dan hasil plasma yang di harapkan mendapatkan
keuntungan tidak tercapai harapan yang di harapkan.
Masalah kebun plasma kini suda menjadi topik
yang di perbincangkan dikalangan hak ulayat yang mengelolah kebun plasma.
Abraham Sawat, Memberi informasi pada saat di wawancara mengenai keterangan
kebun plasma yang di kelolah.
Kebun plasma milik Abraham sawat, 36 hektar
dengan keuntungan setiap bulan Rp.3 juta dan itu merupakan uwang talang yang di
berikan oleh perusahan. Namun dengan perjanjian, biaaya siswa dan kesejatraan
bagi marga sawat.
Kebun plasma 36 Hk. dengan catatan setiap
bulan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 3 juta. Menurut perusahan itu hanyalah
uwang talang, dengan perjanjian biaya siswa perusahan akan tangung dan
perusahan berjaji akan memberikan kesejatraan bagi Marga sawat. “Selama ini hak
Ulayat masi tungu kesejatraan yang di janjikan oleh,PT.inti kebun sejatrah itu
seperti apa” Yang terjadi Perusahan malah membuat kesepakatan dengan hak ulayat
mengenai pembagian hasil palasma yang di
kelolah oleh marga di bagi dua hasilnya dengan perusahan.
“Saya puya hasil palasma mulai di panen 2013
bulan januari sekarang ini suda masuk bulan januari 2017, dengan Hasil panen
plasma satu bulan mencapai hasil, 5 ton sampe 20 ton.
Dan gaji talang yg di berikan oleh perusahan Rp 3 juta, perbulan dan di bagi dengan 4
keluarga. Apakah dengan asil ini saya untung
atauw malah saya rugi dan saya yakin mungkin perusahan ini mempermainkan
saya.”
Dan habaram menyapakan kekesalanya terhadap
perusahan kinerja perusahan dan janji-janji perusahan yang tidak pernah di
tepai.
Jangan sampe perusahan ini tipu kami di atas
tanah moi ini, dan kalo perusahan mo masuk dan beroprasi di ulayat Tanah Adat
Moi segin ini perusahan harus bersosialisasi dengan baik jangan datang hanya
tipu-tipu kami saja. hujar abraham sawat.
Kekesalan juga yang sama disampaikan oleh
Yafet Klagilit saat di wawancarai di kalo hari ini saya lepas hutan dan tanah
ini kepad perusahan, hari ini saya senag dan bermegah dengan kekayaan yang di
berikan oleh perusahankepada saya. Tapi
di masa yang akan datang saya hanya akan merusak dan menyusakan anak - anak dan
masa depan dari pada mereka. Karenah hutan gundul tanah jadi milik orang dan
tidak ada kepemilikan bagi mereka.
Sampai kapanpun saya tidak akan trima
perkebunan kelapasawit. Kelapa sawit tidak mensejatrahakan SUKU MOI SEGIN yang
berada di Kabupaten sorong. Itu jelas terlihat
di beberapa ulayat marga yang menerima kebun sawit tidak sejatrah.Pihak
perusahan tidak menjawap dan memberi sepata kata.
Respon Ambrosius, pemudah kampung melihat
konteks persoalan yang di akibatkan oleh perusahan sawit yang seharusnya
memeberikan perubahan bagigai masyarakat adat.
Mahasiaswa UMS( Universitas Muhamahdiah
Sorong. Jurusan Ilmu Hukum Semester II (dua)
Dengan tegas berbicara menyangkut persoalan kelapa sawit yang
saat ini berproses di seputaran Moi Segin, ada beberapa hal yang perlu di garis
bawahi adalah. Perjanjian awal perusahan sawit dengan Masyarakat adat di Moi
segin bahwa perusahan berjanji kepada masyarakat mengenai, Pembangunan Rumah
.biaya pendidikan , Kesejatraan bagi pribumi yang melepaskan lahannya untuk
perusahan melakukan aktifitas penanaman sawit. Dan Maasalah pendidikan.
Itu jels terlihat sampe saat ini belum ada kepuasan yang di
rasakan oleh hak Ulayat.
Saya selaku pemudah adat tidak suka dengan sifat Perusahan Sawit
yang tidak memperhatikan hak2 masyarakat adat dan sampe kapan pun perusahan
sawit tidak akan pernah mensejatrahkan masyarakat adat di wilaya Moi Segin. Dan
perusahan hanya merusak hutan dan bikin susah kami saja.
Pasal
28
1. Masyarakat adat memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian, dengan cara-cara termasuk restitusi atau, jika ini tidak memungkinkan, kompensasi yang layak dan adil, atas tanah, wilayah dan sumber daya yang mereka miliki secara tradisional atau sebaliknya tanah, wilayah dan sumber daya yang dikuasai atau digunakan, dan yang telah disita, diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak tanpa persetujuan bebas tanpa paksaan dari mereka terlebih dahulu.
1. Masyarakat adat memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian, dengan cara-cara termasuk restitusi atau, jika ini tidak memungkinkan, kompensasi yang layak dan adil, atas tanah, wilayah dan sumber daya yang mereka miliki secara tradisional atau sebaliknya tanah, wilayah dan sumber daya yang dikuasai atau digunakan, dan yang telah disita, diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak tanpa persetujuan bebas tanpa paksaan dari mereka terlebih dahulu.
2. Kecuali melalui persetujuan yang dilakukan secara bebas oleh kelompok masyarakat yang bersangkutan, kompensasi atas tanah, wilayah dan sumber daya akan dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap kualitas, ukuran dan status hukum atau berdasarkan kompensasi moneter atau ganti rugi yang layak lainnya.
Masyarakat adat memiliki hak atas akses ke, dan untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil dan disetujui secara bersama bagi, penyelesaian konflik dan sengketa dengan Negara dan pihak-pihak yang lain, dan juga bagi pemulihan yang efektif untuk semua pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan seperti itu harus mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan-peraturan dan sistem hukum dari masyarakat adat yang bersangkutan dan hak asasi manusia internasional.
UU No. 14 Tahaun 2008,
Tentang Keterbukaan Informasi Publik (uu kip)
Solusi yang dapat
Dilakukan
Pemerintah dengan serius ikut andil dalam pembagian lahan untuk masyarakat
dan terus mengawasi jalannya perkebunan.
Pembebasan lahan mestinya tidak mengurangi lahan pemukiman dan mata
pencarian(Pribumi).
Kekompakan masyarakat baik dalam satu
Kampung atau dua sekalipun sangat penting dalam menyelesaikan urusan
bersama.
Memperkuat kelembagaan yang ada di masyarakat dalam hal ini lembaga adat
yang punya peran sangat penting bagi masyarakat adat di Moi Segin.
Pihak perkebunan dalam aspek sosial hendaknya memperhatikan kehidupan warga
sekitarnya juga. Pembukaan lahan mesti tetap menjaga keberadaan sebagian hutan alaminya. Pihak perusahan lebih transparansi akan Sistem pengelolahan Plasma Bagi
Pribumi yang mengelolahnya.
Kesimpulan
1. Dengan adanya perluasan perkebunan sawit semakin mempersempit lahan yang dimiliki oleh Masyarakat Adat di MOI segin .
2. Telah terjadi degradasi lingkungan akibat
alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.
3. Telah terjadi perubahan ekonomi, yakni
tingkat pendapatan menurun dengan bertani kelapa sawit berbeda dengan
mengelolah hasil hutan ,Kayu.
4. Lahan
Masyarakat Adat semakin sempit akibat alih fungsi hutan yang dikonversi
perkebunan sawit serta masyarakat tidak dapat lagi menikmati hasil hutan
seperti kayu,tanaman obat obatan,dan hewan buruan.
5.Perusahan PT.IKS cacat perjanjian dengan 4
(empat) Marga yang melepas lahan nya untuk perkebunan kelapa sawit.
Saran
1. Mari kita bersama sama lebih peduli
terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lahan perkebunan kelapa sawit Karena
mereka adalah makluk ciptahan tuhan yang sama dengan kita.
2. Pihak perusahaan kiranya dapat lebih peka terhadap keberadaan masyarakat sekitar perkebunan. Dan bertangung jawap dengan persoalan2 yang terjadi .mengenai ganti rugi, kebun Plasma ,Kebun Inti, Pendidikan dan Janji2 perusahan yang sudah disepakati.
3. Pemerintah bersama semua pihak diharapkan dapat mencari jalan terbaik untuk menciptakan pertanian perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat Adat Moi Segin di Kabupaten Sorong.
Penulis Anak jalan sunyi