Perampasan Tanah Adat Yang di Lakukan Oleh Pt.Iks (Inti kebun sejaterah), di kabupaten sorong Papua Barata. - Menulis Kebenaran

Breaking

Kamis, 18 Juli 2019

Perampasan Tanah Adat Yang di Lakukan Oleh Pt.Iks (Inti kebun sejaterah), di kabupaten sorong Papua Barata.

Perampasan Tanah Adat Yang di Lakukan Oleh Pt.Iks (Inti kebun sejaterah), di kabupaten sorong Papua Barata.

 
 Oleh : Wilzson Mobalen
Luas perkebunan sawit sudah mencapai lebih dari separuh luas tanah ulayat Kabupaten Sorong, Papua Barat. Perkembangan  ini sangat berpotensi menjadi ancaman  yang sangat serius bagi masyarakat adat. Suku Moi Segin yang mendiami tanah ulayat yang dikuasai oleh perkebunan sawit kini kehilangan ruang hidupnya. Mereka  kehilangan hutan yang dipercaya sebagai  ibu bagi masyarakat adat karena hampir seluruh kehidupan mereka bergantung pada hutan.

PT Inti Kebun Sejatra (IKS) yang beroperasi di Salawti sejak 2008 semula hanya memegang hak guna usaha atas tanah seluas 4.000 hektar. Namun  lahan itu  semakin luas karena Kementerian Kehutanan pada September 2012 telah menyetujui untuk pelepasan kawasan hutan seluas 19.665 hektar.

Persoalan perluasan kebun sawit dan konflik antara perusahan dan masyarakat  terjadi berulang kali dan tidak ada titik penyelesaian.
Tingginya nilai ekonomi komoditas sawit membuat kebutuhan akan perluasan ekspansi lahan untuk perkebunan sawit sangat tingi. Konversi hutan untuk  areal perkebunan t sangat masif, termasuk di Kampung Wonosoboh. Kabupaten Sorong. Seringkali pembukaan perkebunan sawit menimbulkan masalah sosial yang kompleks.
"Nasib kami bukan ditentukan dari kelapa sawit tapi oleh Tuhan. Hutan dan alam telah mengajarkan dan membesarkan kami. Kelapa sawit bukan solusi. Dapur orang Papua terlebih khusus orang Moi. Tuhan yang menjadi penentu nasib kami dan hutan adalah Ibu kami. Biarkan hak menentukan nasip sendiri itu di hargai dan jangan pernah menginterfensi kami"
Masyarakat suku Moi Segin mengalami ketidakpastian dalam penguasaan tanah dan hak dalam pembagian hasil kebun di tingkat plasma, padahal Pola kemitraan plasma merupakan amanat dari UU No. 18/2004 tentang Perkebunan. Pada 2007, perusahaan perkebunan inti diwajibkan membangun plasma dengan menyisihkan 20% luas HGU, inti kebun sejatrah.
Masyarakat  tidak mendapatkan pemahaman yang memadai mengenai skema-skema dan risiko yang berdampak pada kepemilikan tanah masyarakat adat.

Hak Ulayat Di Kampung Wonosoboh
Hak ulayat merupahkan hak atas tanah yang dimiliki sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah secara turun-temurun. Tanah ulayat dikuasai oleh marga-marga secara turun-temurun dan masih dipertahankan hinga sekarang. Tanah ulayat yang di pergunakan sebagai perkebunan plasma kelapa sawit di kampung Wonosoboh dikuasai oleh empat marga, yakni margaFadan, Mugu,  Motowol, Klagilit Katapop Pante.Ada dua marga yang belum memberikan hutan dan tanahnya kepada investor kelapa sawit, yakni  marga Mugu dan Kalagaf.
PT Inti Kebun Sejatra, yang juga anak perusahaan KLIG, beroperasi sejak 2008, Awalnya PT IKS, yang beroperasi di Salawti sejak 2008, hanya memegang Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah seluas 4.000 hektar.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit telah berdampak besar bagi Msyarakat Adat Moi Segin. Hilangnya Tata Ruang Kelola Masyarakat Adat, tempat-tempat Sejarah. Hal ini berdampak pada saat ini dan saat yang akan datang,
Ekspansi kebun kelapa sawit di kabupaten sorong di Distrik Salawati, Kampung Wonosoboh. Awal mulah perusahan bersosialisasi tentang pembukaan lahan dan penanaman, Perusahan banyak berjanji tentang kesejatraan hak ulayat.
Namun fakta di lapangan bertolak belakan dengan janji-janji perusahan, bahawah tidak ada kesejatraan bagi masyarakat adat di kampung wonosoboh. Hal ini di lihat dari hasil wawancara langsung dengan masyarakat adat di kampung wonosoboh.
Berbagai persoalan yang timbul terkait keberadaan perusahaan sawit dan masyarakat adat di Kampung Wonosoboh terjadi akibat minimnya informasi dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat. Hal itu diakui oleh Kepala Kampung Wonosoboh Yafet Klagilit. Bahkan dalam wawancara, kepala kampung mengaku pernah menawarkan solusi untuk mengatasi kemelut seputar tanah hak ulayat yang dipergunakan untuk areal perkebunan. Kepala kampung mengawarkan mengeluarkan surat “badan hukum” untuk bukti kepemilikan marga atas tanah bersangkutan. Padahal tidak ada legalitas atas surat yang dimaksud kepala kampung. Surat yang dimaksud tidak pernah dikeluarkan karena penolakan warga.
Yafet Klagilit mengungkapkan, ia pernah kedatangan seorang ibu yang mengaku dari perusahaan. Ia datang dengan membawa satu tas kresek besar berisi uang. Yafet tidak tahu berapa jumlah uang di dalamnya.
“Ibu itu mengajak saya untuk menandatangani surat bermeterai enam ribu. Saya bertanya maksud saya tandatangan surat ini dan untuk apa? Ibu itu berkata, Bapa selaku penaggung jawab kampug berhak mendapatkan uang, asalkan Bapa bisa melepaskan lahan yang masih kosong bagi kami. Saya jawab, saya bisa memberikan apa yang menjadi permintaan Ibu, lahan yang luas ini untuk Ibu, asalkan Ibu sanggup membayar setiap tumbuhan dan tanamana yang ditebang dengan harga yang saya tentukan,” kata Yafet.
Akan tetapi menurut Eder Mugu, mandor perusahaan perkebunan PT Inti Kebun Sejatra, perusahaan telah melakukan sosialisasi sebelum pembukaan lahan dan proses penanaman.hasil kebun milik perusahan akan bagi dua pihak, perusahaan 80 persen dan warga pemegang hak ulayat 20 persen.
Menurut keterangan Eder, sebelum perusahan  masuk dan mengukur luas lahan yang akan di bongkar, sudah terjadi kesepakatan antara warga dengan perusahan.Marga akan memberikan areal lahan dan hutan kepada perusahaan dengan catatan setiap bulan warga akan mendapatkan bagi hasil. Perusahaan menyanggupi akan memberikan bagian 20 persen hasil kebun untuk warga. Sedangkan masalah perawatan dan segala macam proses hingga kebun menghasilkan, semuanya menjadi tangung jawab perusahan.
Selain itu warga juga menuntut agar setiap marga dan orang asli Papua yang berkerja di perusahan diangkat sebagai karyawan tetap, bukan tenaga borongan harian.
Warga juga meminta meminta perusahan membiayai sekolah anak-anak dari SD hingga menyelesaikan pendidikannya. Akan tetapi perusahan hanya menyanggupi akan memberikan biaya pendidikan sejumlah Rp 1 juta perkepala keluarga enam bulan sekali.
Hal yang sama terjadi di marga motowol. Menurut imanuel  tahun 2007 , yang lalu sebelum perusahan menebang hutan dan melakukan aktifitas penanamn. Saya selakuk hak ulayat bersama keluarga meminta kepada perusahan. Untuk dapat membayar semua jenis tanaman tumbuh didalam areal penebangan sesuai peraturan perdah yang berlaku. 
Namun perusahan menjawap, perusahan melakukan penebangan hutan tidak melalui pemerintah daerah. Dan untuk pembayaran tanaman tumbuh di dalam areal penebangan tidak ada hubunganya dengan peraturan daerah.
Perusahan hanya bisa membayar kayu yang di tebang apabilah kayu tersebut bisah di kategorikan sebagi kayu produksi.
Janji Perusahan kepada Marga Motowol.
Imanuel Motowol, Perusahan perna berjanji kepada marga motowol. Apabilah kebun kelapa sawit suda menghasilkan keuntungan  akan ada bukti didalam marga motowol. Bukti yang di janjikan oleh perusahan kepada marga motowol. 
Pembangunan rumha dan pemberian Uwang tunai setiap penjualan hasil. Dan janji itu hanya baru terlihat satu bua rumah yang di bangun oleh perusahan. Ujar imanuel pembangunan satu rumah itu juga harus ada penambahan areal perluasan kebun.
Luasan lahan marga motowol yang di berikan kepada perusaan sawit seluas 800.Hk kata manu marga tidak puasa terhadap sistem pembelian di mana perusahan membayar satu hektar dengan harga Rp.750 dan pembayaran itu sudah melingkupi, pebongkaran.
Imanuel pemilik kebun plasma juga mengaku tidak puas dengan hasil plasma yang di terima. Karena nominal uwang yang harus diterima dari perusahan Rp.8 juta per keluarga bertolak belakan dengan kenyatan bahawa marga motowol hanya menerima Rp 3.500 per kepala kepala keluarga. 
Saya juga bingung masala pembagian  plasma dan kebun intin. Dikarenakan tidak ada keterbukaan dari perusahan  kepada masyarakat pemilik kebun plasma.
Marga pernah bertanya kepada pihak perusahan tentang status sertifikat kebun Inti dan Plasma namun perusahan tidak memberikan informasi menyangkut kepemilikan sertifikat tanah marga.
Marga motowol dan saya selaku pemilik plasma kecewa dan tidak puas akan janji dan sitem yang di lakukan oleh perusahan bagi kami marga motowol.
Dimana perusahan tidak membayar kayu sesuai perda dan masyarakat sangat kesal akan system pembayaran di dalam plasma yang tidak memuaskan  marga.
Perusahan tidak bayar kayu yg di tebang berarti plasma untuk marga harus di bayar 100 persen kepada marga. Kesepakatan awal yang juga dijanjikan perusahan tentang perawatan pemupukan itu tidak dipenuhi.
Karyawan inti yang berkerja di plasma pembayaranya dari hasil plasma itu sendiri, hasil plama itujuga akan bagi dua ke perusahan dan kepada pemilik plasma dengan alasan , karna karyawan inti perusahan yang berkerja di kebun plasma.
Dan hasil plasma yang di harapkan mendapatkan keuntungan tidak tercapai harapan yang di harapkan.

Masalah kebun plasma kini suda menjadi topik yang di perbincangkan dikalangan hak ulayat yang mengelolah kebun plasma. Abraham Sawat, Memberi informasi pada saat di wawancara mengenai keterangan kebun plasma yang di kelolah.
Kebun plasma milik Abraham sawat, 36 hektar dengan keuntungan setiap bulan Rp.3 juta dan itu merupakan uwang talang yang di berikan oleh perusahan. Namun dengan perjanjian, biaaya siswa dan kesejatraan bagi marga sawat.
Kebun plasma 36 Hk. dengan catatan setiap bulan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 3 juta. Menurut perusahan itu hanyalah uwang talang, dengan perjanjian biaya siswa perusahan akan tangung dan perusahan berjaji akan memberikan kesejatraan bagi Marga sawat. “Selama ini hak Ulayat masi tungu kesejatraan yang di janjikan oleh,PT.inti kebun sejatrah itu seperti apa” Yang terjadi Perusahan malah membuat kesepakatan dengan hak ulayat mengenai pembagian  hasil palasma yang di kelolah oleh marga di bagi dua hasilnya dengan perusahan. 
“Saya puya hasil palasma mulai di panen 2013 bulan januari sekarang ini suda masuk bulan januari 2017, dengan Hasil panen plasma satu bulan mencapai hasil, 5 ton sampe 20 ton.
Dan gaji talang yg di berikan oleh perusahan  Rp 3 juta, perbulan dan di bagi dengan 4 keluarga. Apakah dengan asil ini saya untung  atauw malah saya rugi dan saya yakin mungkin perusahan ini mempermainkan saya.”
Dan habaram menyapakan kekesalanya terhadap perusahan kinerja perusahan dan janji-janji perusahan yang tidak pernah di tepai.
Jangan sampe perusahan ini tipu kami di atas tanah moi ini, dan kalo perusahan mo masuk dan beroprasi di ulayat Tanah Adat Moi segin ini perusahan harus bersosialisasi dengan baik jangan datang hanya tipu-tipu kami saja. hujar abraham sawat.
Kekesalan juga yang sama disampaikan oleh Yafet Klagilit saat di wawancarai di kalo hari ini saya lepas hutan dan tanah ini kepad perusahan, hari ini saya senag dan bermegah dengan kekayaan yang di berikan oleh perusahankepada  saya. Tapi di masa yang akan datang saya hanya akan merusak dan menyusakan anak - anak dan masa depan dari pada mereka. Karenah hutan gundul tanah jadi milik orang dan tidak ada kepemilikan bagi mereka.
Sampai kapanpun saya tidak akan trima perkebunan kelapasawit. Kelapa sawit tidak mensejatrahakan SUKU MOI SEGIN yang berada di Kabupaten sorong. Itu jelas terlihat  di beberapa ulayat marga yang menerima kebun sawit tidak sejatrah.Pihak perusahan tidak menjawap dan memberi sepata kata.
Respon Ambrosius, pemudah kampung melihat konteks persoalan yang di akibatkan oleh perusahan sawit yang seharusnya memeberikan perubahan bagigai masyarakat adat.
Mahasiaswa UMS( Universitas Muhamahdiah Sorong. Jurusan Ilmu Hukum Semester II (dua)
Dengan tegas berbicara menyangkut persoalan kelapa sawit yang saat ini berproses di seputaran Moi Segin, ada beberapa hal yang perlu di garis bawahi adalah. Perjanjian awal perusahan sawit dengan Masyarakat adat di Moi segin bahwa perusahan berjanji kepada masyarakat mengenai, Pembangunan Rumah .biaya pendidikan , Kesejatraan bagi pribumi yang melepaskan lahannya untuk perusahan melakukan aktifitas penanaman sawit. Dan Maasalah pendidikan.

Itu jels terlihat sampe saat ini belum ada kepuasan yang di rasakan oleh hak Ulayat.

Saya selaku pemudah adat tidak suka dengan sifat Perusahan Sawit yang tidak memperhatikan hak2 masyarakat adat dan sampe kapan pun perusahan sawit tidak akan pernah mensejatrahkan masyarakat adat di wilaya Moi Segin. Dan perusahan hanya merusak hutan dan bikin susah kami saja.

Pasal 28
1. Masyarakat adat memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian, dengan cara-cara termasuk restitusi atau, jika ini tidak memungkinkan, kompensasi yang layak dan adil, atas tanah, wilayah dan sumber daya yang mereka miliki secara tradisional atau sebaliknya tanah, wilayah dan sumber daya yang dikuasai atau digunakan, dan yang telah disita, diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak tanpa persetujuan bebas tanpa paksaan dari mereka terlebih dahulu.

2. Kecuali melalui persetujuan yang dilakukan secara bebas oleh kelompok masyarakat yang bersangkutan, kompensasi atas tanah, wilayah dan sumber daya akan dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap kualitas, ukuran dan status hukum atau berdasarkan kompensasi moneter atau ganti rugi yang layak lainnya.
Pasal 40
Masyarakat adat memiliki hak atas akses ke, dan untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil dan disetujui secara bersama bagi, penyelesaian konflik dan sengketa dengan Negara dan pihak-pihak yang lain, dan juga bagi pemulihan yang efektif untuk semua pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan seperti itu harus mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan-peraturan dan sistem hukum dari masyarakat adat yang bersangkutan dan hak asasi manusia internasional. 

UU No. 14 Tahaun 2008, Tentang Keterbukaan Informasi Publik (uu kip)
 
Solusi yang dapat Dilakukan

Keberadaan perkebunan kelapa sawit PT. IKS  telah menimbulkan beberapa masalah baru di masyarakat MOI Segin di Kampung Klasari dan Wonosoboh. Untuk mengatasi hal ini tentu kita bersama-sama pemerintah, pemilik modal, dan masyarakat itu sendiri bersama sama mencari jalan terbaik sehingga semua pihak tidak ada yang dirugikan dengan saling memberi keuntungan. Hal yang mungkin dapat dilakukan. 

Pemerintah dengan serius ikut andil dalam pembagian lahan untuk masyarakat dan terus mengawasi jalannya perkebunan.

Pembebasan lahan mestinya tidak mengurangi lahan pemukiman dan mata pencarian(Pribumi).

Kekompakan masyarakat baik dalam satu  Kampung atau dua sekalipun sangat penting dalam menyelesaikan urusan bersama.

Memperkuat kelembagaan yang ada di masyarakat dalam hal ini lembaga adat yang punya peran sangat penting bagi masyarakat adat di Moi Segin. 

Pihak perkebunan dalam aspek sosial hendaknya memperhatikan kehidupan warga sekitarnya juga. Pembukaan lahan mesti tetap menjaga keberadaan sebagian hutan alaminya. Pihak perusahan lebih transparansi akan Sistem pengelolahan Plasma Bagi Pribumi yang mengelolahnya.

 Kesimpulan

1. Dengan adanya perluasan perkebunan sawit semakin mempersempit lahan yang dimiliki oleh  Masyarakat Adat di MOI segin .

2. Telah terjadi degradasi lingkungan akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.

3. Telah terjadi perubahan ekonomi, yakni tingkat pendapatan menurun dengan bertani kelapa sawit berbeda dengan mengelolah hasil hutan ,Kayu. 

4. Lahan  Masyarakat Adat semakin sempit akibat alih fungsi hutan yang dikonversi perkebunan sawit serta masyarakat tidak dapat lagi menikmati hasil hutan seperti kayu,tanaman obat obatan,dan hewan buruan.

5.Perusahan PT.IKS cacat perjanjian dengan 4 (empat) Marga yang melepas lahan nya untuk perkebunan kelapa sawit.
Saran
1. Mari kita bersama sama lebih peduli terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lahan perkebunan kelapa sawit Karena mereka adalah makluk ciptahan tuhan yang sama dengan kita.

2. Pihak perusahaan kiranya dapat lebih peka terhadap keberadaan masyarakat sekitar perkebunan. Dan bertangung jawap dengan persoalan2 yang terjadi .mengenai ganti rugi, kebun Plasma ,Kebun Inti, Pendidikan dan Janji2 perusahan yang sudah disepakati.

3. Pemerintah bersama semua pihak diharapkan dapat mencari jalan terbaik untuk menciptakan pertanian perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat Adat Moi Segin di Kabupaten Sorong. 

Penulis Anak jalan sunyi