Oleh: Fecki Mobalen
Cara berpiki nilai adalah salah satu cara atau faham yang lahir dari suatu linggkungan sosial manusia yang bersentuan langasung dengan kehidupan mewah sebutsaja terbiasa dengan mendapatkan uwang dengan jumblah yang cukup besar, Contoh kasus Danah desah.
Dimana kita tau bersama bagaimana fenomena hari ini yang di kagetkan dengan kucuran ADD ( Anggaran dana desah) yang jumblahnya bisah dibilang cukup untuk kebutuhan pembanggunan di kampung, mulai dari pembanggunan infastruktur jalan, rumah, air bersih, listrik dan Lain-lain. Dan juga kegunaan anggaran dana tersebut langsung di manfaatkan oleh masyarkat lokal atau masyarkat Adat di setiap kampung-kampung di wilayah sorong raya.
Juga dalam kebebesan akses dan pemanfaatan keuwangan di kampung yang tidak terkontrol dengan baik oleh pihak-pihak yang di percayakan untuk menjadi pendamping bagi masyarkat untuk selalu mendampingi masyarakat dalam konteks pengelolahan dan pemanfaatan danah desa di kampung. Dalam bingkai pembangunan kampung.
Ini memberi ruang kebebasan bagi masyarakat Adat untuk dapat menyelagunakan Anggaran tersebut, untuk kebutuhan pribadi sebut saja memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan danah tersebut.
Dalam harus global dan moderenisasi tidak terlepas dari gaya hidup dan kebiasaan hidup yang mau tidak mau masyarkat lokal di kampung harus terhubung dengan situasi perkembangan kota.
Dimana kehidupan masyarakat Adat yang hidupnya di kampung, memiliki hubungan yang erat dengan hutan wilayah Adat sebut saja, Hutan, dusun sagu, Kali, batu, gunung, tanaman Obat, tempat berburu, tempat tempat sakral atau kramat, tempat mai burung cendrawasi, goa-goa kramat, tempat pancing dan hubungan tanah dengan leluhur atau identitas suku marga.
Kehidupan masyarkat Adat di ikat erat dengan semuanya itu, bukan hanya itu saja tapi bagaiman dengan wilayah Adat masyarakat mengenal sistem hidup berdampingan antara satu marga dengan marga tetanganya yang lain yang hidup bersama berdampingan, ini memberikan suatu iramah kehidupan sosial masyarkat Adat yang sudah terbangun sejak dulu, mulai dari sama-sama menjaga dan mengelolah wilayah Adat bersama-sama memanfaatkan wilayah Adat bersama-sama. Namun mengenai batas kepemilikan masing marga suda di kenal batas-batas wilayahnya yang di tandai dengan tanda-tanda alam, entah itu batu, pohon atau sejenis tumbuhn yang di tanam menjadi batas alam wilayah Adat marga.
Dan itu suda di akui sejak jaman dahulu leluhur masyarkat Adat di Kepala burung sebut saja suku Moi. Kehidupan itu dipelihara dengan baik hidup saling membantu contoh yang bisa dilihat sampe saat ini adalah pembayaran maskawin dan sistem Sobat kain.
Namun fenomena hari ini memberikan sedikit catatan yang memberi gambaran bahwa budaya dan kehidupan sosial Masyarkat Adat ini mulai terkikis hilang dikarenakan banyak program-program nasional yang masuk kewilayah hidup masyarkat Adat. Program danah desa ini di rancang bagi desa-desa tertingal, dengan konsep Awal pembangunan akan di mulai dari kampung ke kota.
Dengan kucuran danah yang cukup besar, dan sistem keuwanganya langsung sistem pengolahanya terpusat di kampung-kampung dan langsung bersentuhan dengan masyarakat Adat, dikarenakan langsung bersentuhan dengan masyarkat mau tidak mau masyarkat Adat di kampung yang langsung mengambil hali kepengurusan danah desa.
Terbiasa dan bersentuhan langsung dengan “uwang” banyak, akibatnyan kehidupan yang dulu erat berburuh, mengolah sagu, berkebun dan lainnya kini mulai di tingalkan dan masyarakat Adat lebih sibuk mengurus “Danah Desa”.
Lahirlah cara berpikir nilai, dimana masing individu masyarkat Adat akan berlombah-lombah menjadi aparat kampung dengan alasan bagaimana bisa bersentuhan dengan ADD tau langsung menjadi pelaku pengelolahan.
Cara berpikir nilai mulai dengan kehidupan Individu, memandang semu hal di sekitar adalah objek yang bernilai dan menjadi aktor-aktor baru di kampung dengan leber Kropsi danah Desah.
Dengan terbiasa mengunakan uwang banyak akibatnya pada saat sudah tidak lagi menjabat sebagai aparat kampung dan kehidupan dulu yang masi menjabat juga sering menghabiskan banyak anggaran. Mau tidak mau salah satu untuk mendaptkan uwang banyak adalah dengan Jual, TANAH, JUAL HUTAN, JUAL GUNUNG, JUAL KEBUN DAN JUAL TEMPAT SAKRAL HANYA UNTUK DAPAT UWANG BANYAK.
ADD “ Angaran danah desas merupakan ancaman besar bagi masyarkat Adat di tahun-tahun ke depan.
“Dengan memberikan Masyarkat Adat uwang banyak menjadikan masyarakat tidak kreatif hasilnya adalh masyarakat Adat ketergantungan yang berujun dengan Tuan tanah tak bertanah”.
Semoga masyarakat Adat tetap teguh mejaga wilayah Adat warisan leluhur bagi generasi sekarang beok dan yang akan datang, sekalipun banyak Program-program nasional yang datang ke Papua Itu tidak akan menjadikan Masyarakat Adat ketergantungan.